Tugas Management Kontruksi
MANAJEMEN KONSTRUKSI
1. MANAJEMEN KONSTRUKSI adalah ilmu dan seni untuk melakukan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengontrolan (controlling) untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan konstruksi adalah susunan, model atau tata letak suatu bangunan, baik rumah, jembatan, dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa manajemen konstruksi adalah ilmu dan seni yang merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengontrol proses penyusunan suatu bangunan dengan pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien. Yang dimaksud dengan proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang didasari oleh waktu (time) dan sumber daya. Sehingga, manajemen proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses penerapan fungsi-fungsi manajemen (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling) secara sistematis dan terukur dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya yang yang ada secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan.
Peran Manajemen Konstruksi
Dalam ruang lingkup tanggung jawabnya, manajemen konstruksi memiliki peran yang sangat penting dalam suatu proyek. Dalam mencapai tujuannya, manajemen konstruksi memiliki 4 peran, yaitu:
Agency Construction Management (ACM)
Tahap awal peran manajemen konstruksi adalah sebagai koordinator penghubung antara rancangan konstruksi dengan pelaksana hingga seluruh kontraktor. Dengan kata lain, manajemen konstruksi berperan sebagai sarana penghubung antara pemilik (perancang) proyek dengan para kontraktor untuk mencapai tujuan pemilik.
Extended Service Construction Manajemen (ESCM)
Dalam hal ini, manajemen konstruksi bertindak berdasarkan permintaan dari pihak kontraktor atau disebut pula Extended Service Construction Manajemen (ESCM). Peran ini dilakukan untuk menghindari konflik antara kontraktor dengan perencana proyek.
Owner Construction Management (OCM)
Dalam tahap ini, manajemen konstruksi juga bertanggung jawab atas kelangsungan proyek yang dilaksanakan berdasarkan kepentingan pemilik proyek.
Guaranted Maximum Price Construction Management (GMPCM)
Peran manajemen konstruksi yang terakhir adalah bertanggung jawab kepada pemilik atas waktu, biaya, hingga mutu proyek. Peran manajemen konstruksi sebagai Guaranted Maximum Price Construction Management memungkinkan manajemen konstruksi bertindak sebagai pemberi kerja kepada kontraktor atau pun sub kontraktor.
Fungsi Manajemen Konstruksi
Dilihat dari pengertiannya, manajemen konstruksi menerapkan fungsi-fungsi manajemen pada suatu proyek dengan memanfaatkan sumber daya dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan proyek. Fungsi-fungsi tersebut, seperti ditulis di atas adalah:
Perencanaan (Planning)
Sebagai perencana, manajemen konstruksi berfungsi untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, kapan harus mengerjakannya, dan bagaimana cara mengerjakan proyek tersebut. Manajemen konstruksi berkewajiban untuk pengambilan keputusan atas proses pembuatan konstruksi.
Pengorganisasian (Organizing)
Setelah melakukan perencanaan, manajemen kosntruksi berfungsi untuk membentuk organisasi dalam pembuatan proyek. Manajemen konstruksi mengorganisir beberapa divisi untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam proses pembuatan proyek serta berhak untuk memberikan pengembangan serta penempatan beberapa tenaga kerja dalam suatu divisi.
Pengarahan (Actuating)
Dalam hal ini, manajemen konstruksi dapat melakukan pembinaan motivasi, memberikan pelatihan, bimbingan, dan arahan lainnya kepada bawahan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya yang telah direncanakan.
Pengontrolan (Controlling)
Pengontrolan manajemen konstruksi adalah untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan proyek diseluruh divisi serta mengevaluasi deviasi (penyimpangan) yang terjadi selama proyek berlangsung hingga menentukan pencegahan dini untuk menghindari kegagalan.
Selain keempat fungsi utama di atas, Manajemen Konstruksi juga berfungsi sebagai:
Cost Control, yaitu mengatur pembiayaan yang menyangkut seluruh kegiatan proyek agar tercapai tujuan yang telah disepakati bersama pemilik proyek dan para kontraktor.
Quality Control, yaitu untuk menjaga dan mengawasi kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Time Control, yaitu mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi di lapangan diluar prediksi sehingga berdampak pada waktu pelaksanaan proyek.
Tujuan Manajemen Konstruksi
Adapun sasaran utama manajemen konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen dengan efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil yang optimal sesuai kesepakatan dengan pemilik proyek. Dalam mencapai sasaran utamanya, manajemen konstruksi berorientasi pada pelaksanaan pengawasan biaya (Cost Control), pengawasan mutu (Quality Control), dan pengawasan waktu (Time Control).
Dalam melaksanakan peran dan fungsinya, manajemen konstruksi dapat dimulai dari tahap perencanaan. Namun pada kondisi tertentu, manajemen konstruksi dapat dimulai dari tahap-tahap lainnya sesuai dengan kesepakatan, tujuan dan kondisi proyek yang bersangkutan.
Agar tidak terjadi kesenjangan atau kesalahpahaman antara kontraktor dengan pemilik proyek, manajer konstruksi bertanggungjawab untuk mengelola teknis operasional proyek, menerima masukan-masukan dan atau keputusan yang berkaitan dengan teknis operasional proyek konstruksi baik dari pemilik proyek maupun para kontraktor yang mencakup seluruh tahapan proyek mulai dari persiapan hingga penyerahan proyek.
2. JASA KONSTRUKSI
A. UU NO.2/2017
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi. UU tentang Jasa Konstruksi tahun 2017 disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017. UU No. 2 tahun 2017 diundangkan oleh Yasonna H. Laoly, Menkumham RI pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11. Dan Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari 2017 di Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Status
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Pertimbangan
Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah:
bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum;
bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi;
Dasar Hukum
Landasan hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Penjelasan Umum UU tentang Jasa Konstruksi
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.
Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi.
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum yang terjadi dalam praktik empiris di masyarakat dan dinamika legislasi yang terkait dengan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna Jasa, Penyedia Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi.
Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa materi muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam Undang-Undang ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi; pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaran Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jasa Kontruksi yang terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaran Jasa Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang.
Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi; tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi; partisipasi masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihan.
Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha Jasa Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaan Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan.
Selanjutnya Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan.
Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan secara regulasi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi.
Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang unsur- unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.
B. PERPRES NO.16/2018
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Maret 2018. Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33, dan mulai berlaku pada tanggal 22 Maret 2018.
Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Latar Belakang
Pertimbangan ditetapkannya Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah:
bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;
bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;
bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Dasar Hukum
Landasan penetapan Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah:
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601
C. PERMEN PU NO 07/2019
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau Pekerjaan Konstruksi.
2. Penyedia Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan Jasa Konstruksi berdasarkan Kontrak.
3. Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi adalah bagian kegiatan pengadaan setelah persiapan pengadaan sampai dengan penandatanganan Kontrak.
4. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
5. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
6. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
7. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA, pada Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
8. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
9. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di kementerian/lembaga yang menjadi pusat keunggulan pengadaan barang/jasa.
10. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
11. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa.
12. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa.
13. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah pejabat fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa.
14. Tim Teknis adalah tim yang dibentuk dari unsur Kementerian/Lembaga untuk membantu, memberikan masukan, dan melaksanakan tugas tertentu terhadap sebagian atau seluruh tahapan pengadaan barang/jasa.
15. Tim/Tenaga Ahli adalah tim atau perorangan dalam rangka memberi masukan dan penjelasan/pendampingan/pengawasan terhadap sebagian atau seluruh pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
16. Tim Pendukung adalah tim yang dibentuk dalam rangka membantu untuk urusan yang bersifat administrasi/keuangan kepada PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan.
17. Rencana Umum Pengadaan yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana pengadaan yang akan dilaksanakan oleh kementerian/ lembaga.
18. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
19. Konstruksi Berkelanjutan adalah sebuah pendekatan dalam melaksanakan rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menciptakan suatu fasilitas fisik yang memenuhi tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan pada saat ini dan pada masa yang akan datang.
20. Pengadaan Berkelanjutan adalah pengadaan barang/jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk kementerian/lembaga/perangkat daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya.
21. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK.
22. Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia jasa konsultansi konstruksi.
23. Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi.
24. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.
25. Kontrak Kerja Konstruksi selanjutnya disebut Kontrak adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara PPK dengan Penyedia.
26. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah Jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/Lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia/konsorsium Perusahaan Asuransi Umum/konsorsium Lembaga Penjaminan/konsorsium Perusahaan Penjaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
27. Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti pengadaan barang/jasa di seluruh kementerian/lembaga dalam jangka waktu tertentu.
28. Konsolidasi Pengadaan adalah strategi pengadaan Jasa Konstruksi yang menggabungkan beberapa paket pengadaan Jasa Konstruksi sejenis.
29. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah.
30. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya adalah Sekretaris Jenderal/Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama/Direktur Jenderal/Deputi/Kepala Badan.
31. Kerangka Acuan Kerja yang selanjutnya disingkat KAK adalah uraian kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, sumber pendanaan, serta jumlah tenaga yang diperlukan.
32. Rencana Anggaran Biaya yang selanjutnya disingkat RAB adalah perhitungan rincian biaya untuk setiap pekerjaan dalam proyek konstruksi.
33. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi yang selanjutnya disingkat RMPK adalah dokumen perencanaan yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.
34. Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko, dan mengendalikan risiko.
35. Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan yang meliputi kegiatan keteknikan dalam mewujudkan Pekerjaan Konstruksi yang aman dan handal serta menjaga keselamatan pekerja dan lingkungan.
36. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
37. Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka penerapan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan pada setiap Pekerjaan Konstruksi.
38. Rencana Keselamatan Konstruksi yang selanjutnya disingkat RKK adalah dokumen lengkap rencana penyelenggaraan SMKK dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen Kontrak suatu Pekerjaan Konstruksi, yang dibuat oleh Penyedia dan disetujui oleh pengguna jasa, untuk selanjutnya dijadikan sebagai sarana interaksi antara Penyedia dengan pengguna jasa dalam penyelenggaraan konstruksi.
39. Post Bidding adalah tindakan menambah, mengurangi, mengganti, dan/atau mengubah kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan dan/atau substansi dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan dokumen.
40. Penawaran Harga Secara Berulang yang selanjutnya disebut E-reverse Auction adalah metode penyampaian penawaran harga secara berulang pada tender.
41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
3. PENJELASAN TENTANG
1. PENYEDIA JASA
2. PENGGUNA JASA
3. AUDITOR
Penjelasan tentang pengguna jasa
Ada beberapa definisi tentang pengguna jasa antara lain :
Pengguna Jasa (1) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian).
Pengguna Jasa (2) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Pengguna Jasa (3) adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.” (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi).
Pengguna Jasa (4) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian).
Pengguna Jasa (5) adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.” (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
Pengguna Jasa (6) adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.” (Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).
Dalam PPh final atas usaha jasa konstruksi tentang peraturan pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2008 “pajak atas penghasilan dari kegiatan usaha jasa konstruksi” juga di jelaskan definisi pengguna jasa.
Dalam PP ini dijelaskan bahwa :
Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penjelasan tentang penyedia jasa
Definisi penyedia barang jasa :
Penyedia barang jasa adalah istilah untuk badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah di Indonesia Penyedia Barang Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha
Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, dikecualikan bagi Penyedia Barang Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang Jasa;
Dalam hal Penyedia Barang Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/ kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Kontsruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan jasa Lainnya harus memperhitungan Sisa Kemampuan paket (SKP) sebagai berikut: SKP = KP – P; KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
· untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan;
· untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
jumlah paket yang sedang dikerjakan.
jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;
sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;
Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
Tidak masuk dalam Daftar Hitam
memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
menandatangani Pakta Integritas.
Penjelasan tentang auditor
Audit secara umum merupakan suatu proses yang sistematis untuk mendapatkan dan mengkaji secara objektif bahan bukti (evidence) perihal pernyataan ekonomi dan kegiatan lain. Hal ini bertujuan mencocokan atau membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dari hasil langkah itu, disimpulkan suatu pendapat atau opini dan mengkomunikasikannya kepada pihak yang berkepentingan (D.R. Carmichael dan J.J. Wilingham, 1987). Sedangkan audit proyek didefinisikan oleh Leo Herbert (1979) sebagai
1. Merencanakan, mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang cukup jumlahnya, relevan, dan kompeten
2. Dilakukan oleh auditor yang bebas (independent)
3. Dengan tujuan audit yaitu untuk menjawab beberapa pertanyaan :
· Apakah manajemen atau personil suatu perusahaan atau agen yang ditunjuk telah melaksanakan kegiatan atau tidak?
· Apakah kegiatan yang dilakukan memakai norma yang sesuai untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan oleh yang berwenang?
· Apakah kegiatan telah dilakukan dengan cara yang efektif?
Auditor mengambil keputusan atau pendapat dari bahan pembuktian, dan melaporkannya kepada pihak ketiga serta melengkapi bahan bukti untuk meyakinkan kebenaran isi laporan, dan usulan perbaikan untuk meningkatkan efektifitas proyek.
Arti dan proses audit secara umum mencakup
1. Kegiatan audit terdiri dari langkah-langkah sistematis mengikuti urutan yang logis
2. Pengkajian secara objektif; dilakukan oleh orang bebas, dalam arti tidak berperan dalam objek yang akan diaudit.
3. Diperlukan bahan bukti (evidence) yaitu fakta atau data dan informasi yang mendukung yang harus dikumpulkan oleh auditor
4. Ada kriteria sebagai patokan pertimbangan atau perbandingan. Kriteria merupakan standar yang telah ditentukan dimana organisasi, manajemen, atau pelaksana harus mengikutinya dalam usaha mencapai tujuan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Kriteria digunakan auditor untuk menilai apakah suatu kegiatan telah dilakukan dengan benar atau menyimpang
5. Ada kesimpulan berupa pendapat atau opini auditor
Tahap audit proyek adalah
1. Survey pendahuluan
2. Mengkaji dan menguji sistem pengendalian manajemen
3. Pemeriksaan terinci
4. Penyusunan laporan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan diluar aspek utama :
1. Organisasi, otorisasi, dll
2. Perencanaan dan jadwal
3. Kemajuan pelaksanaan pekerjaan
4. Mutu barang dan pekerjaan
5. Administrasi, pembelian dan jasa
6. Engineering
7. Konstruksi
8. Anggaran, pendanaan, akuntansi, dll
9. Perundang-undangan dan peraturan pemerintah
Faktor keberhasilan proyek
1. Misi proyek harus memiliki definisi awal tentang tujuan yang jelas mengenai diadakannya proyek, serta garis besar petunjuk cara atau strategi mencapainya
2. Dukungan dari pimpinan teras
3. Perencanaan dan jadwal
4. Konsultasi dengan pemilik proyek
5. Personil
6. Kemampuan teknis
7. Acceptance dari pihak pemilik dalam hal ini pemilik ikut melakukan inspeksi, uji coba dan sertifikasi pada tahap implementasi dan terminasi
8. Pemantauan, pengendalian, dan umpan balik
9. Komunikasi untuk mencegah duplikasi kegiatan, salah paham atau salah pengertian diantara para peserta proyek
10. Troble shooting; akan membantu memperkirakan persoalan yang akan terjadi jauh sebelum permasalah terjadi.
Prosedur auditor :
Tahapan Perencanaan. Sebagai suatu pendahuluan mutlak perlu dilakukan agar auditor mengenal benar obyek yang akan diperiksa sehingga menghasilkan suatu program audit yang didesain sedemikian rupa agar pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien.
Mengidentifikasikan resiko dan kendali. Tahap ini untuk memastikan bahwa qualified resource sudah dimiliki, dalam hal ini aspek SDM yang berpengalaman dan juga referensi praktik-praktik terbaik.
Mengevaluasi kendali dan mengumpulkan bukti-bukti melalui berbagai teknik termasuk survei, interview, observasi, dan review dokumentasi.
Mendokumentasikan dan mengumpulkan temuan-temuan dan mengidentifikasikan dengan audit.
Menyusun laporan. Hal ini mencakup tujuan pemeriksaan, sifat, dan kedalaman pemeriksaan yang dilakukan.